Kota Depok | Jendela Media.com
Proses Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) Kota Depok untuk Tahun Ajaran 2025/2026 kembali menuai sorotan. Sejumlah orang tua mengeluhkan sistem seleksi yang dinilai tidak transparan. Keluhan utamanya, mereka tidak dapat mengakses informasi rinci terkait nilai, jarak rumah ke sekolah, maupun data peserta lain. Selasa, 10 Juni 2025.
Pantauan wartawan di situs resmi SPMB Depok menunjukkan hanya empat komponen informasi yang tersedia: nomor pendaftaran, sekolah tujuan, status diterima atau tidak, dan nilai akhir tanpa rincian perhitungan. Tidak ada informasi pembobotan nilai akademik, urutan prioritas zonasi, atau data pembanding.
Muhammad Riyad, pakar hukum dari MR & Associates Law Firm, menilai sistem tersebut berpotensi melanggar prinsip keterbukaan informasi publik.
“Ketertutupan ini bertentangan dengan Pasal 28D UUD 1945 tentang hak atas kepastian hukum yang adil, serta Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Masyarakat berhak mengetahui alasan mereka diterima atau tidak secara transparan,” ujarnya kepada Wartawan Selasa, 10 Juni 2025. Yati (58) warga Sukmajaya, termasuk salah satu orang tua yang memprotes hasil seleksi. Melalui pesan WhatsApp, ia mengungkapkan kekecewaannya karena sang anak gagal diterima meski memiliki nilai akademik tinggi.
“Anak saya belum mendapatkan SKL karena sekolah baru akan mengeluarkannya 15 Juni. Tapi temannya yang lulus bersamaan malah diterima. Ini tidak adil,” katanya.
Menanggapi kasus itu, Riyad menilai ada indikasi ketidakkonsistenan kebijakan.
“Jika terjadi perlakuan berbeda tanpa dasar yang jelas, ini bisa dikategorikan diskriminasi. Hal itu melanggar prinsip nondiskriminasi dalam UU Sisdiknas,” ujar dia.
Kebijakan yang mewajibkan Kartu Keluarga (KK) dengan barcode terdaftar sebelum Juli 2024 juga dikeluhkan warga baru. Menurut Riyad, aturan tersebut berpotensi diskriminatif.
“Pasal 31 UUD 1945 menjamin hak atas pendidikan. Pemerintah tidak boleh menghambat akses pendidikan hanya karena persoalan administratif, apalagi jika warga sudah bermukim secara sah,” tegasnya.
Sejumlah orang tua bahkan mencurigai adanya praktik tidak sehat dalam seleksi. Riyad menyarankan agar Dinas Pendidikan (Disdik) Depok membuka seluruh data perhitungan secara utuh, mulai dari sistem zonasi, nilai akademik, hingga waktu pendaftaran.
Kalau tidak dibuka, masyarakat punya hak untuk melapor ke Ombudsman atau bahkan menggugat secara administratif,” katanya.
Hingga berita ini diturunkan, Disdik Kota Depok belum memberikan keterangan resmi. Riyad mengingatkan pentingnya respons cepat dari otoritas pendidikan.
“Jika dibiarkan, ini menjadi preseden buruk bagi tata kelola pendidikan yang adil dan akuntabel,” ucapnya. (Fikri)